Life Is the Art of Drawing Without an Eraser Explanation
Oleh. Purwalodra
Beberapa minggu terakhir ini, kita banyak sekali kehilangan orang-orang yang selama ini menjadi bagian dari hidup kita, mereka adalah para pencinta seni, apapun bentuknya. Mulai dari seorang musisi kenamaan campur sari, sejak tahun 1990-an, Didi Kempot (53), ia juga dijuluki sebagai "Godfather of Brokenheart". Kemudian, Adi Kurdi (71) yang kita kenal karena perannya sebagai Abah di drama televisi "Keluarga Cemara" (1997).
Selanjutnya adalah Erwin Prasetya (48), ia adalah pemain bas di Dewa 19. Huruf "E" pada Dewa 19 adalah akronim namanya. Sederetan, lagu-lagu hits Dewa 19 yang kita nyanyikan dan masih kita ingat sampai saat ini adalah ciptaan Erwin. Di antaranya adalah "Kirana", "Kamulah Satu-satunya", dan "Selatan Dki jakarta". Di belantara seni Republic of indonesia, ketiga seniman ini telah ikut serta menggoreskan tinta emas bagi dunia musik, teater, drama dan puisi di Indonesia, dan tidak mungkin bisa terhapuskan.
Sepertinya judul tulisan diatas, merupakan salah satu gambaran yang sarat akan makna dalam hidup dan kehidupan kita. Judul tulisan ini, terinspirasi dari salah satu quotes John W. Gardner. Saya sendiri kurang tahu apakah John Gradner yang dimaksud adalah John Gardner yang merupakan seorang novelis asal Inggris yang terkenal dengan novel-novel James Bond-nya, atau John Gardner yang merupakan novelis asal Amerika Serikat, ataukah mungkin John West. Gardner, yang seorang Menteri Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan pada masa pemerintahan Presiden Amerika Lyndon Johnson, pada tahun 1965 sampai dengan 1968. Entah John Gardner yang mana, yang penting kutipan kalimatnya tersebut memiliki makna yang sangat dalam.
Dalam bahasa Republic of indonesia terjemahan dari Life The Art Drawing Without an Eraser, yakni : hidup adalah seni menggambar tanpa penghapus. Saya sepakat dengan makna ini, karena hidup kita ibarat kertas putih yang siap kita isi dengan tulisan, gambar, lukisan ataupun sekedar coretan yang mampu memberikan warna pada hidup kita itu. Sekali kita sudah menggoreskan tinta atau apapun ke atas kertas putih itu, maka tidak ada kesempatan buat kita menghapusnya, karena memang tidak ada penghapus untuk menghapusnya. Oleh karena itu, dari apapun yang pernah kita goreskan dalam kanvas besar kehidupan ini, kita masih bisa melanjutkan goresan-goresan kecil hidup kita pada kanvas kehidupan itu, sehingga bisa menjadi gambar yang bermakna dan indah dalam hidup kita sendiri.
Perjalanan hidup kita sampai hari ini, bahagia dan nestapa, sambung-menyambung tanpa henti, semuanya menjadi bagian hidup kita yang utuh. Jika kita sudah melangkah dan menjalani sesuatu, maka yang bisa kita lakukan berikutnya adalah menghiasi apa yang kita telah jalani tersebut, menjadi sesuatu yang indah dan bermakna. Seperti apa yang pernah dikatakan oleh Aristoteles, yang hidup pada tahun 384 SM sampai dengan 322 SM, bahwa keindahan adalah sesuatu yang baik dan menyenangkan.
Keindahan berada pada ranah seni (estetika), saat kita menjalani hidup dan kehidupan ini. Kita tidak mungkin kembali hidup dimasa lalu, atau menghapus jalan hidup kita yang pernah salah. Kita hanya dapat melanjutkan hidup ini, dan membuat hidup kita lebih bermakna, indah dan menyenangkan, baik untuk saat ini dan berikutnya. Meskipun kebahagiaan dan derita, bergerak dan berjalan silih berganti.
Hidup bermakna, merupakan proses pencarian yang senantiasa dilakukan oleh setiap manusia. Untuk itu, ada beberapa hal yang dapat dipertimbangkan, antara lain : Pertama, bahwa makna dari hidup adalah untuk hidup sepenuhnya. Maksudnya adalah, bahwa kita mengalami segala sesuatu dari saat ke saat secara utuh dan penuh. Derita dan bahagia dialami sepenuhnya secara menyeluruh, karena keduanya adalah kehidupan itu sendiri.
Kita perlu mengingatkan diri kita sendiri, bahwa kehidupan itu bukan bersenang-senang terus menerus. Kehidupan itu juga bukan memenuhi keserakahan diri terus menerus, dengan cara menipu dan memfitnah. Kehidupan itu bukanlah kenikmatan tanpa batas. Kehidupan adalah tarian antara nestapa dan bahagia yang datang silih berganti.
Kedua, katakan 'ya' pada hidup dan kehidupan ini, termasuk duka dan bahagia. Dengan begitu, maka kita akan memperoleh kejernihan akal dan bathin. Kita, kemudian, bisa melihat dunia ini apa adanya. Kita tidak lagi terbelenggu oleh emosi ataupun pikiran sesaat yang menyiksa bathin. Saat demi saat, kita pun bisa mengambil sikap yang tepat dan bijak.
Kita harus bisa menyadari, bahwa ada waktunya kita mesti diam dan mengamati. Biarkan hidup mengalir melewati segala rintangan yang ada. Semua ada waktunya, dan kita bisa bertindak untuk ikut serta menyelesaikan masalah. Kejernihan akal kita akan membantu kita memutuskan, kapan harus diam dan bersikap lembut, serta kapan harus bertindak dan bersikap keras.
- i
- 2
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
Lihat Semua Komentar (0)
VIDEO PILIHAN
Source: https://www.kompasiana.com/antakusuma/5ebc0eacd541df7bb26a8e33/life-the-art-drawing-without-an-eraser
0 Response to "Life Is the Art of Drawing Without an Eraser Explanation"
Post a Comment